Wednesday, March 22, 2006

Kampus Universitas Ciputra, Surabaya


Universitas Ciputra, building model. (img: IndonesiaDesign)

Entah kenapa, tetapi melihat pertama kali gedung Universitas Ciputra ini mengingatkan saya kepada bangunan-bangunan Le Corbusier. Prinsip-prinsip Corbusian yang begitu melekat di arsitektur Indonesia (sampai saat ini!) jelas tampak dengan hasil gedung yang semi-formal (bandingkan dengan bangunan pemerintah atau instansi pendidikan yang "Bauhaus", formal dan kaku ala 60an). Selain itu, lihat saja bagaimana pilotis mendominasi permukaan bangunan, serta jajaran jendela-jendela persegi yang menjadi "bopeng" kulit luar-nya (strip windows). Pemandangan di kanopi dalam juga implementasi Corbusian yang asosiatif terhadap arsitektur-arsitektur modern awal. Keseluruhan konsep yang membentuk imej bangunan kaku (stiff), dan formal seperti umumnya bangunan-bangunan institusi formal dan pendidikan di Indonesia (dan dunia pada awal modernisme).


Kanopi di bagian depan, memperlihatkan ciri "modernisme" secara jelas, terutama dari pakem-pakem Corbusian. (img: IndonesiaDesign)


Bagian depan, dengan slabs yang menonjol dan turut mempengaruhi profil bangunan. (img: IndonesiaDesign)

Stiff, tetapi tidak mati dengan munculnya slab raksasa yang berorientasi diagonal terhadap denah secara keseluruhan. Mungkin ada fungsi tertentu yang termaktub dalam konseptual desain Universitas, tetapi saya melihatnya lebih sebagai media untuk memberikan emosi dari tampilan persegi dan pilotis yang cenderung "diam" dari denah asalnya. Slabs tersebut lebih berguna sebagai permainan bidang (mempengaruhi building profile) dan (mungkin) sebagai tabir surya (sunblocks) dari duang di sampingnya. Permainan "emosi" tersebut juga muncul dari tonjolan-tonjolan jendela di dekat slabs tersebut. Seolah "merusak" alur strip windows yang terpasang di sebagian besar dinding persegi, jendela yang menonjol tersebut tidak berbicara banyak secara teknikal. Tetapi (mungkin) memang ditujukan untuk melunturkan kesan formal dari citra bangunan pendidikan. Tetapi yang paling frontal (merusak citra formil) tentu saja kehadiran fasad jendela yang riot! Di sisi-sisi samping bangunan, dipasang "noise" untuk memberi distorsi pada tampilan bangunan. Instalasi yang sebetulnya merupakan ekstensi jendela tersebut muncul secara jelas untuk memberikan nilai emosi yang jauh berbeda dengan citra "kaku" dan "kalem" yang muncul dari permukaan bangunan. Permainan emosi itu, sekali lagi, seolah berbicara mengenai pergeseran citra bangunan kampus, dari kaku dan formal menjadi lebih "liar" dan punya sisi emosional yang dinamis. Saat ini konsep universitas memang sedikit berbeda dibanding masa lalu, dengan lebih dekat sebagai playground yang dinamis daripada sarana indoktrinasi yang kaku dan ketat.


Bagian samping yang memperlihatkan riotic windows sebagai "noise" bangunan dan sedikit merusak secara emosional karakter bahan dasar bangunan yang "sepi". Sementara "tonjolan-tonjolan" kantilever warna-warni di belakang bangunan menjadi corong state of fashionic dari desain arsitektur Universitas Ciputra ini. (img: IndonesiaDesign)

Kompromi perubahan citra institusi pendidikan sekelas universitas tersebut sangat tampak nyata di bagian belakang bangunan. Tonjolan-tonjolan jendela lebih berani dengan memanfaatkan bentang kantilever sehingga seolah menjadi bagian denah yang saling bertubrukan. Hal itu berdampak pada fasad yang menjadi tidak rata, tidak sekaku fasad-depannya. Apalagi ditambah dengan pewarnaan yang kontras dengan warna dasar (warna natural beton), membuat fitur tersebut berdiri menjadi "state of fashion" tersendiri dari bangunan. Kembali menegaskan bahwa institusi pendidikan (terutama jenjang universitas atau perguruan tinggi) adalah wahana yang "tidak lurus-lurus saja", tetapi memiliki dinamika bentuk dan warna di dalamnya. Imej yang coba dibentuk oleh perguruan-perguruan tinggi swasta di Indonesia (dan juga perguruan tinggi negeri akhir-akhir ini). Era kaku Bauhaus yang sempat menjadi signature kampus-kampus di Indonesia (dan dunia) mulai luntur dan digantikan arsitektur avant-garde yang membawa dinamisasi. Seperti halnya Universitas Ciputra.


Denah bangunan, yang memperlihatkan "ekstensi" berupa perpustakaan di bagian belakang sangat kontras dengan konsep denah bangunan utama yang didominasi unsur persegi. (img: IndonesiaDesign)

Satu hal yang sedikit menggangu imej tersebut adalah munculnya bangunan silinder yang berfungsi sebagai perpustakaan di belakang gedung utama. Jika dimaksudkan sebagai ekstensi, rasanya kurang "sinambung" dengan bangunan utamanya. Malah justru terlihat seperti ada dua massa di area tersebut, yang sayangnya sedikit kurang suportif secara "design code" dengan bangunan utama. Mungkin coba diselamatkan dengan garis-garis linear dan pemakian kaca, tetapi yang justru bermasalah adalah bidang dasarnya berupa lingkaran. Perpustakaan yang silindris (dan lingkaran, secara dwimatra) memang aktual, dan memberi kesan surround yang lebih hangat secara psikologis. Tetapi tidak harus dengan mengorbankan konsep keseluruhan dari bangunan utama (kampus) yang sudah ditata dengan bagus secara konseptual. Meski demikian, kehadirannya tidak terlalu parah merusak kekuatan bangunan Universitas Ciputra ini. Kekuatan yang menurut saya dibentuk dari slabs diagonal di sisi depan, dan kantilever-kantilever "raksasa" di bagian belakang kampus. Jika bisa lebih banyak "turut campur", rasanya saya akan sedikit memberi sentuhan pop pada bangunan utama, dengan menumpulkan sudut-sudut bangunan agar menjadi "lebih lunak". Selain itu, tentunya, juga membuat perpustakaan yang lebih "konektif" dengan bangunan asal, misalnya dengan perlebaran bidang ekstensional, menyesuaikan dengan diameter lingkaran denah universitas.


Bangunan perpustakaan, yang "coba diselamatkan" dengan memberi aksen strip-strip linear tak beraturan, untuk memperlihatkan kesinambungan dengan bagian depannya. Satu hal yang relatif awam terhadap bangunan-bangunan di Indonesia akhir-akhir ini dengan munculnya salah satu bagian gedung yang "berbeda" dengan keseluruhan bangunan. (img: IndonesiaDesign)

All in all, sebagai kesimpulan akhir, bangunan Universitas Ciputra ini seolah berbicara atasnama PT. Han Awal and Partners sebagai arsitek-nya. Seperti diketahui, Han Awal membangun beberapa universitas ikonik, dengan pengaruh modernisme Bauhaus-nya. Sementara Yori Antar, putra Han Awal meneruskan dengan desain-desain dinamis ala arsitektur avant-garde Indonesia di akhir 90-an lewat forum AMI-nya. Dan bangunan Universitas Ciputra ini adalah cerminan transisi arsitektur yang telah berganti era dalam satu ruang. Sekaligus memberi penanda peralihan era imej institusi pendidikan yang dulunya kaku dan doktrinal menjadi lebih dinamis dan emosional. Mungkin memang saatnya arsitektur Indonesia bertransformasi.



Data:
Proyek: Universitas Ciputra
Klien: Yayasan Ciputra
Kantor Arsitek: PT. Han Awal and Partners
Principal Architect: Yori Antar
Architects: Bayu Aryoseno, Rafael Arsono